Minggu, 18 November 2007

cerpen MY BRO!!!!

Aku mengenal lelaki itu dari temanku, Reva. Orangnya asyik dan kalau diajak berbicara ramah. tak perlu waktu yang lama aku dengan dia telah akrab layaknya orang yang telah lama kenal. Padahal Dia terbilang seniorku, baik dari segi umurnya sampai segi akademiknya.
Satu cerita yang jadi awal perkenalanku dengannya, pada waktu acara ulang tahun kampusku, Dia berkenalan dengan Reva. Sebagai seorang manusia yang sedikit diberi kelebihan oleh Tuhan, aku tahu kalau sebenarnya lelaki itu telah lama naksir dengan Reva. Tapi aku memang sengaja tidak membicarakan hal itu pada reva. Aku ingin tahu sejauh mana perasaannya Reva itu peka.
Kurang lebih selama seminggu setelah peristiwa perkenalan itu, aku bertemu lagi dengan lelaki itu. Dan selama waktu seminggu itu pula Reva sering curhat kalau akhir-akhir ini Dia sering mendapat SMS dari orang yang tidak dikenal.
Disana hanya ada identitas nama Elang, kufikir tak ada orang yang sedang iseng selain lelaki itu.
Mungkin saat ini firasat-firasatku belum meleset, entah bagaimana dengan esok. Aku semakin membiarkan hubunganku baik-baik saja dengan lelaki itu, meski beberapa detik yang lalu aku telah memanggilnya Abang. Sebutan yang masih sedikit asing untuk lisanku. Tapi seiring dengan berjalannya waktu aku makin terbiasa. Bahkan sering kali aku merasa ketakutan kalau-kalau aku tak dapat memanggil sebutan itu.
Dia-lah lelaki yang makin menutup fikiranku dari orang lain. Dan aku tak menolaknya saat Dia meminta aku untuk membantunya mendekati Reva. Reva, ya Reva temanku yang mungkin tanpa sedikitpun memikirkan tentang siapa Elang. Dia temanku yang hatinya hanya terukir kata Sakit dan dendam.
Aku menyanggupinya meski hanya dengan sedikit harapan. Karena Reva, aku tau apa yang terjadi dalam hari-harinya. Sedikit luka masa lalunya telah mengoyak akal sehatnya.
Sedikitpun aku tak ingin Abangku menjadi korban Reva selanjutnya. Tetapi, karena Elang telah menjadi bagian dalam otakku, ku jalani ini dalam rangka mengulang profesiku yang dulu.

Aku hanya menikmati detik-detik episodeku yang baru. Tersenyum dengan orang lain tanpa palsu, benar-benar aku yang baru. Bahkan aku telah lupa bagaimana indahnya dilukai oleh mantan kekasihku.
Sampai aku menangis saat Reva mengatakan kalau ia tak sanggup dan tak ingin mejalani hari-harinya dengan Elang. Hanya karna Reva ingin benar-benar hidup normal tanpa harus menyakiti setiap lelaki untuk memuaskan dendamnya dimasa lalu.
Aku benar-benar menangis karna mereka. Tanpa kusangka Reva memenuhi janjinya untuk tidak menyakiti hati para kaum adam dan telah menetapkan hatinya pada satu orang, dan menangis karena Elang, abangku tak mendapatkan kesempatan baik itu.
Aku tak pernah seperti ini pada abang-abangku yang lain. Aku juga tak pernah sesedih ini. Seolah-olah Elang telah menjadi sosok dalam jiwaku. Sosok yang menggatikan posisi mantan kekasihku.
Entah sampai kapan aku akan menikmati masa-masa ini. aku hanya sanggup menjalaninya saja. Tanpa banyak berfikir untuk hal-hal yang lain.

*****
Di suatu sore, aku hanya berdua dengan Elang. Dipinggir danau menemaninya mengadu tentang kesedihannya yang diam-diam masih ada. Hanya tentang Reva dan Reva, air matakupun tak mengering setiap mendengar keluh kesahnya. Kufikir apa sebenarnya setiap lelaki punya perasaan seperti ini. Aku tak banyak memikirkan tentang jawabannya.
Aku lebih banyak teringat pada kejadiaanku tiga tahun silam. Saat aku benar-benar merasa mataharipun segan menghangatkan hatiku yang mendung merudung duka. Tangisan hati tanpa air mata.
Melihat orang yang selama ini aku sayangi, melakukan hal yang seharusnya belum pantas dilakukan, dengan orang yang aku anggap Rival didalam kelas.
Menyedihkan sekali yang telah terjadi denganku, melihat dengan mata kepala sendiri orang yang amat sangat aku sayangi bercinta dengan orang lain. Setelah itu hidupku seperti mengapung, membiarkan diriku didebur sang waktu. Aku pasrah andai aku menjadi manusia tanpa jiwa.


Pandanganku mengabur, kulihat sepasang tangan hangat menghapus air mataku. Tangan-tangan itu juga perlahan merengkuhku dalam pelukannya. Hari itu aku merasa hanya berdua dengannya didunia ini. Hanya disaksikan mentari yang menguning menjelang senja.
Elang mendengarkan kisah masa laluku dan menghapus setiap bulir-bulir air mataku. Sore itu juga, aku masih ingat, saat dia bertanya bagaimana perasaanku. Dan disore itu juga ia…disaksikan separuh mentari, menatapku dan menciumku.
Ku tahu rasanya kalau ini lebih dari ciuman sayang seorang kakak terhadap adiknya. Aku tahu rasanya mendustai hatiku untuk mengakui bahwa sebenarnya aku bahagia dengan ciuman ini, satu impianku yang telah lama terkubur. Aku juga menangis mengapa harus Elang yang melakukan ini semua. Mengapa bukan orang lain.
Senja itu ku berlari, kubiarkan ia sendiri merenung mengapa aku menangis meninggalkannya. Hari itu aku merasa bukan diriku, mengapa juga aku terlalu terlarut dalam fikiran masa laluku.
Tapi setelah hari itu aku memilih diam dan menjauh darinya. Aku hanya ingin memastikan pada hatiku bahwa aku tak sedang jatuh cinta dan tak akan jatuh cinta.
*****
Kupilih untuk meninggalkan kota penuh kenangan ini, tanpa meninggalkan sepotong pesan terakhir untuk orang yang masih kuanggap seperti seorang kakak.
Aku hanya pergi membawa potret-potret senyum termanisnya dan menyimpannya dalam album hatiku.Kupastikan bahwa aku tak menangis atau berlari untuk kembali ke kota ini.
*****
Hari-hari itu akan tetap hidup dalam sejarah hidupku. Terlebih lagi hari ini, detik ini aku hidup lagi dengan hari-hariku yang lalu. Selangkah lagi aku akan memulai hidupku yang baru.
Melupakan kejadian disenja itu dan mengaku pada hatiku bahwa sebenarnya aku bahagia dan tak dapat melupakan detik-detik setelah kejadian di senja itu. Dan kufikir tak pernah ada kata salah bila aku menerima pinangan dan lamaran cinta dari seorang Elang untukku.
TAMAT

Tidak ada komentar: